Jumat, 31 Mei 2024

“Saya paham maka saya bertindak” Refleksi atas modul Budaya Positif

Saya merasa bahagia, gembira dan terinspirasi itulah kesan saya secara umum atas kesempatan untuk mendalami materi ini. Proses pemahaman, penghayatan dan penerapannya sangat menyenangkan. Proses ini mendorong saya untuk berefleksi dan menerapkan konsep-konsep ini di sekolah. Konsep yang ditawarkan sungguh sangat baik. Membuka mata saya untuk melihat dan mengenali diri sendiri, memahami nilai- nilai kebajikan universal yang saya yakini, menyadari peran saya sebagai guru, dan menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong terciptanya budaya positif di sekolah. Konsep yang telah membuka mata saya ini akan dipraktikkan di sekolah dengan harapan agar berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan belajar murid.

Pada PGP inilah pertama kali saya mengenal konsep keyakinan kelas, disiplin positif, motivasi perilaku manusia, kebutuhan dasar manusia, teori kontrol, dan segitiga restitusi. Saya mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang hal-hal yang mendukung terciptanya budaya positif. Pola-pola dan kaitan yang terjalin sangat mumpuni dalam memandu saya untuk bergerak menjadi pemimpin pembelajaran di sekolah. Setelah mendalami konsep-konsep tersebut saya merasa terinspirasi untuk menjadikannya perlengkapan utama dalam menuntun murid di sekolah.

Keyakinan kelas menjadi landasan dasar bagi terwujudnya budaya positif. Murid yang memiliki disiplin positif akan bertindak untuk menjalankan keyakinan kelas. Karena sadar akan makna dari keyakinan kelas tersebut, keyakinan seseorang itulah yang akan memotivasi orang itu dari dalam. Murid akan tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya dari pada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Disini ada kaitan antara motivasi internal, disiplin positif dan keyakinan kelas. Murid yang mandiri, merdeka dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman dan nyaman.

Yang menarik dari budaya positif ini adalah makna disiplin yang selama ini identik dengan ketidaknyamanan berubah menjadi sesuatu yang timbul karena dorongan dari dalam diri. Selain itu, kebiasaan yang menganggap hukuman dapat mendisiplinkan murid menjadi tidak relevan karena hanya menimbulkan rasa sakit namun tidak memperkuat karakter murid.

Tujuan disiplin positif ialah menanamkan motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Menurut saya ada dua kata kunci dalam mewujudkan disiplin yang menjadi satu kesatuan atau dwitunggal. Yaitu kesadaran dan refleksi. Kata kunci yang pertama ialah kesadaran. Sadar akan dorongan dari dalam diri, sadar akan nilai yang diyakini dan sadar akan motivasi. Kata kunci kedua ialah refleksi. Merefleksikan apa yang perlu dilakukan, apa yang perlu ditingkatkan dan hal apa yang tidak perlu dilakukan. Refleksi yang dilakukan berdasar pada keadaran.

Manusia berperilaku tertentu karena didorong oleh usaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Materi ini sangat menarik karena kita semua membutuhkan itu. Kebutuhan untuk bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, kebebasan, kesenangan dan penguasaan. Setiap perilaku kita pasti didorong oleh usaha pemenuhan terhadap kebutuhan dasar ini.

Konsep Segitiga restitusi dalam modul budaya positif ini menurut saya merupakan bagian dari tuntunan yang dilakukan oleh guru saat murid melakukan kesalahan. Menurut Diana Gossen ahli pendidikan dari Kanada, restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Tentu saja konsep ini menawarkan sesuatu secara berbeda dari konsep yang selama ini dilakukan yaitu hukuman dan konsekuensi. Saya pikir dibutuhkan cukup banyak waktu agar konsep restitusi benar-benar berjalan.



Kaitan antara modul dari 1.1-1.4 Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif.

Benang merah yang mengaitkan modul 1.1-1.4 bersumber dari pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan ialah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bersifat tuntunan. Pendidikan berkewajiban menebalkan segala tulisan yang suram dan berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Pendidikan harus terus bertransformasi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi alam dilandaskan pada budaya bangsa. Fungsi menuntun dapat diwujudkan ketika guru memahami dan menghayati nilai dan peran serta visinya sendiri. Visi disederhanakan menjadi prakarsa perubahan lalu diturunkan menjadi konsep BAGJA. Sebuah paradigma yang fokus pada apa yang ada untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Lebih lanjut upaya menuntun itu diwujudkan pula melalui pembiasaan budaya positif. Sebab budaya positif mensyaratkan murid sebagai pribadi yang merdeka, mandiri, bertanggung jawab dan memiliki disiplin diri yang kuat. 

TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3   Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Setelah mempelajari mod...