Saya merasa bahagia, gembira dan
terinspirasi itulah kesan saya secara umum atas kesempatan untuk mendalami
materi ini. Proses pemahaman, penghayatan dan penerapannya sangat menyenangkan.
Proses ini mendorong saya untuk berefleksi dan menerapkan konsep-konsep ini di
sekolah. Konsep yang ditawarkan sungguh sangat baik. Membuka mata saya untuk
melihat dan mengenali diri sendiri, memahami nilai- nilai kebajikan universal
yang saya yakini, menyadari peran saya sebagai guru, dan menjadi pemimpin
pembelajaran yang mendorong terciptanya budaya positif di sekolah. Konsep yang
telah membuka mata saya ini akan dipraktikkan di sekolah dengan harapan agar
berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan belajar murid.
Pada PGP inilah pertama kali
saya mengenal konsep keyakinan kelas, disiplin positif, motivasi perilaku
manusia, kebutuhan dasar manusia, teori kontrol, dan segitiga restitusi. Saya
mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang hal-hal yang mendukung terciptanya
budaya positif. Pola-pola dan kaitan yang terjalin sangat mumpuni dalam memandu
saya untuk bergerak menjadi pemimpin pembelajaran di sekolah. Setelah mendalami
konsep-konsep tersebut saya merasa terinspirasi untuk menjadikannya
perlengkapan utama dalam menuntun murid di sekolah.
Keyakinan kelas menjadi landasan
dasar bagi terwujudnya budaya positif. Murid yang memiliki disiplin positif
akan bertindak untuk menjalankan keyakinan kelas. Karena sadar akan makna dari
keyakinan kelas tersebut, keyakinan seseorang itulah yang akan memotivasi orang
itu dari dalam. Murid akan tergerak dan bersemangat untuk menjalankan
keyakinannya dari pada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis
tanpa makna. Disini ada kaitan antara motivasi internal, disiplin positif dan
keyakinan kelas. Murid yang mandiri, merdeka dan bertanggung jawab atas segala
perilaku dan sikapnya pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif,
aman dan nyaman.
Yang menarik dari budaya positif
ini adalah makna disiplin yang selama ini identik dengan ketidaknyamanan
berubah menjadi sesuatu yang timbul karena dorongan dari dalam diri. Selain
itu, kebiasaan yang menganggap hukuman dapat mendisiplinkan murid menjadi tidak
relevan karena hanya menimbulkan rasa sakit namun tidak memperkuat karakter
murid.
Tujuan disiplin positif ialah
menanamkan motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai
diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Menurut saya ada dua kata
kunci dalam mewujudkan disiplin yang menjadi satu kesatuan atau dwitunggal.
Yaitu kesadaran dan refleksi. Kata kunci yang pertama ialah kesadaran. Sadar
akan dorongan dari dalam diri, sadar akan nilai yang diyakini dan sadar akan
motivasi. Kata kunci kedua ialah refleksi. Merefleksikan apa yang perlu
dilakukan, apa yang perlu ditingkatkan dan hal apa yang tidak perlu dilakukan.
Refleksi yang dilakukan berdasar pada keadaran.
Manusia berperilaku tertentu
karena didorong oleh usaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Materi ini sangat
menarik karena kita semua membutuhkan itu. Kebutuhan untuk bertahan hidup,
kasih sayang dan rasa diterima, kebebasan, kesenangan dan penguasaan. Setiap
perilaku kita pasti didorong oleh usaha pemenuhan terhadap kebutuhan dasar ini.
Konsep Segitiga restitusi dalam modul budaya positif ini menurut saya merupakan bagian dari tuntunan yang dilakukan oleh guru saat murid melakukan kesalahan. Menurut Diana Gossen ahli pendidikan dari Kanada, restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Tentu saja konsep ini menawarkan sesuatu secara berbeda dari konsep yang selama ini dilakukan yaitu hukuman dan konsekuensi. Saya pikir dibutuhkan cukup banyak waktu agar konsep restitusi benar-benar berjalan.
Kaitan antara modul dari 1.1-1.4 Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif.
Benang merah yang mengaitkan modul 1.1-1.4 bersumber dari pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan ialah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bersifat tuntunan. Pendidikan berkewajiban menebalkan segala tulisan yang suram dan berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Pendidikan harus terus bertransformasi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi alam dilandaskan pada budaya bangsa. Fungsi menuntun dapat diwujudkan ketika guru memahami dan menghayati nilai dan peran serta visinya sendiri. Visi disederhanakan menjadi prakarsa perubahan lalu diturunkan menjadi konsep BAGJA. Sebuah paradigma yang fokus pada apa yang ada untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Lebih lanjut upaya menuntun itu diwujudkan pula melalui pembiasaan budaya positif. Sebab budaya positif mensyaratkan murid sebagai pribadi yang merdeka, mandiri, bertanggung jawab dan memiliki disiplin diri yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Formulir komentar