Rabu, 11 November 2020

Arti Sunyi

 Lama sudah raga menggeluti sunyi. Sejak seruan sosial distancing atau physical distancing (jaga jarak fisik dan sosial) menggema. Berniat solider dengan sesama meredam wabah yang kini melanda. Siapa yang tak gentar jika nyawa manusia mengutak-atik angka data yang diberitakan media akibat keganasan Corona?


Bagiku jauh dari keluarga ialah hal yang biasa. Pergi mengejar mimpi agar kelak pulang membawa arti. Bepergian jauh bukanlah tantangan baru. Namun kini di tengah pandemi bukan hanya raga yang berjibaku dengan sunyi melainkan juga jiwa.


Saat sendiri dalam sunyi itulah saat penuh arti. Melihat diri yang sejati tanpa itu dan ini. Memandangnya dalam keadaan yang murni dan asli. Menyadari bahwa kehadiran orang lain itu amat perlu. Perlu orang lain untuk sekedar berbagi cerita atau bahkan untuk menyalurkan isi hati. Walaupun semakin sulit dijumpai di dunia teman sejati tempat untuk berbagi. Makin sedikit orang memiliki ketulusan, keluhuran budi memudar dan kejujuran lenyap(jika tak percaya amati sekitarmu meski dalam diam, ingat hanya amati tanpa menghakimi). Namun kita tetap memerlukan orang lain untuk tetap hidup. Contohnya, pedagang. Kepada siapakah dia menjual dagangannya tanpa orang lain yang membeli. Atau seorang pemuda yang hendak jatuh cinta jika tidak ada orang lain (khusunya pemudi dalam konteks cinta yang lazim) untuk menyambut cintanya. Dalam sunyi itu pulalah aku menemukan diri yang sejati. Sama sekali tak berarti tanpa kasih Ilahi. Demikian sepi tanpa orang lain menemani.


Dalam kesendirian aku menemukan keheningan  dan dalam keheningan aku merasakan kedamaian. Sesuatu yang tidak akan pernah kita dapatkan dalam keramaian. Keramaian seringkali menghasilkan euforia yang dangkal. Hanya bersifat lahiriah yang kasat mata bukan batiniah yang tak kasat mata. Dengan bahasa lain, keramaian sering bersifat senang-senang secara fisik sedangkan jiwa kita hampa makna. Keadaan sepi yang melanda hendaknya mendidik jiwa dan hati kita. Menggugah kepekaan nurani bukan saja keperkasaan badani.


Di dunia yang penuh dinamika, segalanya pasti akan berubah. Tidak ada yang abadi apapun itu. Duka akan diganti suka, kesedihan akan berlalu diganti kebahagiaan, seperti juga ketakutan diganti keberanian. Janganlah resah ayo pasrah, jangan gelisah mari berbenah, stop depresi mari berefleksi. Socrates berujar "Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dihidupi".

1 komentar:

Formulir komentar

TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3   Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Setelah mempelajari mod...