Rabu, 11 November 2020

Sebuah Refleksi : Mimpi Di Tengah Pandemi

 Sepanjang bulan Maret kita terbenam dalam isu tunggal yaitu Covid-19. Semua media dibanjiri pemberitaan tentangnya. Mulai dari korban meninggal, peningkatan jumlah kasus Covid-19, sampai dampak lainnya yang mengikuti seperti relasi sosial dan sosial ekonomi kian mengkhawatirkan. Kita tiba pada suatu keadaan antara menangisi mereka yang sekarang menjadi korban atau bersiap-siap ditangisi, jika tidak mengantisipasinya sejak dini.


Psikologi publik benar-benar terpengaruh, banyak orang dihinggapi kecemasan akut. Merasa bahwa kematian amat sangat dekat. Kecurigaan meningkat, hubungan sosial merenggang, sosial ekonomi menukik jatuh. Publik menjadi panik.


Realitas panik mengguncang akal sehat kita. Sementara perdebatan mengenai lockdown total dengan lockdown mandiri yang mengandaikan kesadaran orang per orang masih terdengar sumbang di antara para tokoh. Masalahnya ialah kesadaran masyarakat kita masih sangat rendah terhadap bahaya Covid-19 di samping itu kebutuhan ekonomi mendesak sebagian dari kita sehingga tetap beraktivitas. Sungguh dilematis, berdiam diri mati, beraktivitas juga mati. Pada titik inilah simpul yang mendesak untuk dipecahkan agar situasi kembali normal dan teduh. Jika ini situasi perang dan Covid-19 ialah musuh negara, mengapa kita tidak menghadangnya di pintu-pintu masuk negara? Bukankah itu suatu keputusan cerdas daripada membiarkannya masuk kemudian berusaha membunuhnya?


Dalam situasi seperti sekarang, tingkat kemanusiaan kita ditakar. Apakah kita hanya peduli keselamatan diri sendiri, peduli keselamatan bersama, atau tidak peduli kedua-duanya atau bahkan yang  lebih parah lagi kita memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi? Untuk kalimat yang terakhir  ialah jenis manusia dengan tingkat kemanusiaan paling rendah. Medan perjuangan menanti kontribusi kita. Kita dipanggil menjadi manusia jenis apa.


Sebaiknya kita menjadi manusia yang peduli keselamatan bersama. Menempatkan kemanusiaan di atas kepentingan lainnya. Sebab kemanusiaan melampaui batas-batas primordial seperti Suku, Agama dan Ras. Contohnya sudah banyak diberitakan oleh media. Misalnya Rusia dan China mengirim bantuan kemanusiaan ke Italia yang paling parah terdampak pandemi ini. Atau berita bagi-bagi masker gratis di sebuah kabupaten di Jawa Timur hingga donasi yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha di Kalimantan Barat untuk mendukung pemerintah dalam upaya mengatasi wabah Covid-19. Pertanyaan reflektifnya untuk direnungkan, apa kontribusi anda menghadapi pandemi ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir komentar

TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3   Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Setelah mempelajari mod...