Jumat, 07 Mei 2021

Belajar dari Makassar : Perjuangan Pendidikan Anak Petani Manggarai.

 

Kota Makassar pada kurun waktu tahun 2009- 2013 adalah locus(tempat) dari kisah ini. Ketika itu penulis sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu kampus swasta. Penulis menyaksikan dan mengalami secara langsung, bagaimana kehidupan terus memberikan pelajaran dan didikan. Di samping membentuk kepribadian hingga menentukan pendirian.

Ada sejumlah kira-kira ratusan hingga ribuan anak petani dari desa-desa di kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur menempuh pendidikan tinggi di kota Makassar. Mereka tersebar di beberapa kampus swasta, mulai dari akademi, sekolah tinggi hingga universitas. Dominan mereka kuliah jurusan pendidikan  diikuti oleh jurusan kesehatan dan jurusan lainnya. Sebagian besar (untuk tidak menyebut semua) kuliah sambil bekerja. Mereka rela bekerja apa saja untuk menunjang kebutuhan kuliah.

Waktu itu dikenal istilah "tak kerja maka tak kuliah". Kondisi demikian menyiratkan latar belakang ekonomi orang tua yang bahkan tak bisa disebut pas-pasan. Untuk tetap bisa kuliah, tak bisa tidak harus tetap bekerja. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah.

Inspirasi bagi kita

Kisah hidup di atas merupakan realita yang nyata. Dihidupi secara langsung oleh penulis. Dimana perjuangan memiliki bentuk paling nyata. Perjuangan untuk memperoleh pendidikan yang layak, perjuangan untuk mendapatkan gelar sarjana. Atau lebih jauh dapat disebut sebagai perjuangan untuk memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik. Disebut memperbaiki taraf hidup karena pendidikan ialah salah satu jalur paling memungkinkan terjadinya perubahan. Mengantar setiap orang menikmati kebebasan dan kemerdekaan dalam hidup.

Kisah di atas menurut hemat saya menunjukkan nilai-nilai hidup yang luhur dan sejati. Mahasiswa atau mahasiswi dalam kisah itu memiliki semangat yang kuat untuk memperoleh pendidikan yang layak. Mereka tidak mudah menyerah ketika berada dalam keadaan ekonomi yang sulit. Sebaliknya, tetap gigih dalam berjuang. Segala daya upaya dikerahkan agar apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Mereka tidak berteriak "ayo berjuang" tetapi hidup dalam kondisi berjuang.

Nilai-nilai luhur kehidupan seperti mandiri, gigih, dan daya juang menjadi inspirasi bagi kita. Hendaknya kita tidak memilih jalan pintas dalam meraih sesuatu. Misalnya dengan jalan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Atau menggunakan cara-cara irasional untuk mendapatkan sesuatu. Kita perlu berproses dan percaya pada kekuatan sendiri. Membebaskan diri dari keterbatasan keadaan dengan berjuang.

Dalam hidup kita perlu belajar juga dari pengalaman orang lain. Suatu ungkapan mengatakan "Orang pintar belajar dari pengalaman hidup sendiri, orang bijak belajar dari pengalaman hidup orang lain" Pengalaman-pengalaman itu dapat memberi peneguhan ketika menghadapi kebimbangan, memberi tawaran solusi ketika menghadapi kesulitan dalam berjuang dan memberi kekuatan ketika sedang lelah menapaki perjuangan hidup.

Sabtu, 01 Mei 2021

Menjadi Guru Reflektif

Setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional mudah diingat orang. Mudah diingat dalam bahasa Indonesia dialek Manggarai, Flores, NTT disebut "Luar kepala". Dari tahun ke tahun terus diperingati. Akan tetapi membicarakan pendidikan seringkali membuat "Pusing kepala". Apa pasal?


Beberapa waktu lalu, saya pernah menyimak konten YouTube bertemakan pendidikan. Selain menikmati ulasan content creator tentang pendidikan tersebut, saya lebih-lebih tertarik menelusuri kolom komentar. Di sana ada beragam komentar netizen. Semua tumpah tak terkecuali sumpah serapah. Di antara komentar-komentar itu ada pula pertanyaan yang menggugah, misalnya jika dibahasakan ulang akan berbunyi sebagai berikut. Apakah pendidikan bangsa kita bisa maju? Bagaimana membuat pendidikan bangsa kita sejajar dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura?

Pertanyaan- pertanyaan di atas tentu harus dimaknai secara positif. Artinya pertanyaan-pertanyaan itu lahir dari keprihatinan dan kepedulian terhadap kondisi kekinian pendidikan bangsa kita. Pertanyaan yang kritis akan menuntun kita menemukan jawaban yang logis.


Sesungguhnya, persoalan pendidikan itu sangat kompleks dan cukup sulit untuk disederhanakan karena melibatkan banyak unsur di dalamnya. Sebut saja misalnya kebijakan, kurikulum, fasilitas, masyarakat, guru, orang tua dan peserta didik itu sendiri sebagai subyek. Cakupan bidang pendidikan ini terlalu luas, maka tulisan ini hanya berusaha melihat dari perspektif gurunya saja.


Menjadi Guru Reflektif

Guru merupakan salah satu faktor utama dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran guru harus membangkitkan minat dan daya kritis peserta didik. Merangsang keingintahuan peserta didik untuk menjadi bukan menjejali otak peserta didik dengan informasi usang yang kurang relevan dengan kehidupan peserta didik. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah". Secara sederhana dapat dikatakan, berhasil atau tidaknya pembelajaran sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelolanya.


Karena demikian besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pembelajaran, maka guru haruslah seorang yang memiliki pengetahuan tentang pendekatan dan metode pembelajaran serta karakteristik peserta didik, memiliki kepribadian yang unggul dan mantap, luwes dalam bergaul dan profesional dalam bekerja. Seperti amanat UU No 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1 : " Guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional".


Guru yang memiliki kepribadian yang unggul dan mantap, idealnya memiliki kebiasaan merefleksikan diri, memeriksa apa yang sudah dan belum diberikan kepada peserta didik. Mempertanyakan apa manfaat pembelajaran terhadap kebutuhan peserta didik untuk dapat hidup di masa depan. Selanjutnya, apa rencana untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan pada pembelajaran sebelumnya dan bagaimana tindak lanjut pembelajaran tersebut. Kemudian menguji kesungguhan semangat guru dalam melayani peserta didik.


Dengan kata lain, guru reflektif ialah guru yang berusaha merefleksikan diri secara terus menerus dengan bertanya ke dalam diri. Apakah sebagai guru saya sudah membimbing peserta didik mempersiapkan diri menghadapi kehidupan pasca sekolah. Bukan memberikan pelajaran sebagai rutinitas belaka. Sehingga menjadi beban secara berulang tanpa penghayatan.


Jika guru telah menjadikan kegiatan refleksi sebagai kebiasaan maka hal itu menjadi satu langkah konkret dalam mengupayakan kemajuan pendidikan bangsa kita. Tapi jangan menghayal bahwa dengan melakukan satu langkah konkret di atas pendidikan kita mutlak mengalami kemajuan atau minimal sejajar dengan negara tetangga.


Sekali lagi,  guru hanya salah satu unsurnya. Meskipun guru sudah mantap jika unsur lainnya masih belum mantap ya, pendidikan kita tidak akan kemana mana. Apalagi berharap untuk mengalami lompatan-lompatan yang jauh ke depan.  


TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3   Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Setelah mempelajari mod...