Senin, 09 September 2024

TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3

 

  1. Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul 3.3 pengelolaan program yang berdampak pada murid, saya merasa terinspirasi. Sebagai pendidik saya mesti mendorong murid agar mampu memimpin dirinya sendiri dalam belajar. Dorongan ini berwujud dalam karakteristik lingkungan yang mengkondisikan murid nyaman menyampaikan suara, pilihan dan kepemilikannya. Kemudian setelah itu merefleksikan pembelajarannya secara mandiri.

  1. Apa intisari yang Anda dapatkan dari modul ini?

Intisari modul ini ialah kepemimpinan murid dan kaitannya dengan profil pelajar pancasila, karakteristik lingkungan yang mendukung tumbuh kembang kepemimpinan murid, suara, pilihan dan kepemilikan dalam belajar dan pelibatan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid.

Mengupayakan kepemimpinan murid merupakan wujud membangun karakter murid yang berprofil pelajar pancasila. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengelola pembelajarannya sendiri. Ketika kemampuan murid telah berkembang dalam mengelola pembelajaran maka murid menyadari bahwa mereka memiliki suara, pilihan dan kepemilikan. Dengan begitu, mereka sadar bahwa belajar itu tumbuh dari dalam diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap arahnya.

Sebagai pendidik, saya perlu menyediakan lingkungan yang menghargai suara, pilihan dan kepemilikan murid dalam belajar lalu merefleksikannya. Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana, lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya, lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan, lingkungan yang menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri dan lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.

 

  1. Apa  keterkaitan yang dapat Anda lihat antara modul ini dengan modul-modul sebelumnya?

Menurut saya, modul-modul sebelumnya merupakan landasan yang mendasari tegaknya program sekolah yang berdampak pada murid. Pertama, kaitan dengan filosofi KHD ialah dikatakan bahwa murid lahir dengan kodratnya sendiri, maka guru perlu menuntun tumbuhnya kekuatan-kekuatan yang baik agar hidup muridnya bahagia dalam masyarakat. Kedua, Kaitan dengan nilai dan peran guru penggerak yaitu mewujudkan kepemimpinan murid dengan meramu pengalaman belajar sedemikian rupa agar murid merasa kompeten dan memililiki kepercayaan diri untuk mencapai segala yang mereka impikan. Ketiga, kaitan dengan visi guru penggerak ialah adanya pola pikir inkuiri apresiatif atau manajemen BAGJA dalam mengelola program yang berdampak pada murid. Sehingga fokus programnya ialah pada aset atau kekuatan yang dimiliki oleh sekolah. Keempat, kaitan dengan budaya positif ialah lingkungan yang nyaman dan positif dapat mengoptimalkan potensi dan kepemimpinan murid. Sehingga anak hidup dan berkembang sesuai kodratnya dan menjadi bahagia. Kelima, kaitan dengan modul pembelajaran berdiferensiasi ialah penerapan strategi yang bervariasi dalam pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid. Guru memetakan kecenderungan, minat dan profil belajar murid hal ini selaras dengan penghargaan terhadap suara, pilihan dan kepemilikan murid yang beragam. Guru memfasilitasi keragaman itu melalui pengkondisian terhadap lingkungan yang menumbuhkan kepemimpinan murid. Keenam, kaitan dengan PSE yaitu penerapan PSE dalam pembelajaran mendorong murid untuk secara sadar menyatakan suara, pilihan dan kepemilikannya dalam belajar. Ketujuh, kaitan dengan coaching untuk supervisi akademik ialah penggunaan teknik coaching untuk menuntun murid menggali dan menemukan potensi yang dimilikinya. Selanjutnya potensi yang dimiliki itu dikembangkan untuk menjadi lebih baik lagi. Kedelapan, kaitan dengan pengambilan keputusan berdasarkan nilai kebajikan sebagai pemimpin ialah pentingnya pengambilan keputusan yang didasarkan pada nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. Setiap keputusan yang diambil pemimpin mesti mengacu pada nilai kebajikan universal dan memperhatikan kebutuhan murid. Terakhir, kaitan dengan pemimpin sebagai pengelola sumber daya ialah sebagai pengelola sumber daya pendidik harus memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah yang terdiri dari aset manusia, sosial, finansial, fisik, lingkungan alam, agama dan budaya, serta politik untuk mendorong tumbuhkembangnya kepemimpinan murid.

 

  1. Setelah melihat keterkaitan antara modul ini dengan modul-modul lainnya jelaskanlah perspektif Anda tentang program yang berdampak positif pada murid. Bagaimana seharusnya program-program atau kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program-program tersebut dapat berdampak positif pada murid?

Program yang berdampak positif pada murid merupakan program yang mampu menumbuhkan kepemimpinan murid. Program tersebut didasarkan pada aset yang dimiliki oleh sekolah. Selanjutnya, digunakan manajemen BAGJA untuk mengelola perubahan menjadi lebih baik dan cermat. Program atau kegiatan sekolah yang berdampak positif pada murid harus memperhatikan suara, pilihan dan kepemilikan murid dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasinya. Pelibatan komunitas lainnya yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid sangat diperlukan. Dengan begitu murid dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan karena sesuai dengan apa yang diimpikannya dan lingkungan di sekitarnya mendukung dan menguatkan. Harapannya murid menjadi seorang yang nyaman, merdeka dan bahagia dalam belajar.

  

Kamis, 22 Agustus 2024

 

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 3.2 PEMIMPIN SEBAGAI PENGELOLA SUMBER DAYA

 

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah pemimpin yang mengadopsi kerangka berpikir inkuiri apresiatif dalam memimpin pengembangan sekolah melalui pemanfaatan aset yang telah dimiliki oleh sekolah secara optimal dengan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset. Untuk pengimplementasian di kelas misalnya dengan memetakan kekuatan yang ada pada murid melalui asesmen awal, kondisi ruangan kelas, strategi dan metode pembelajaran yang sesuai kebutuhan murid serta refleksi bermakna agar memfasilitasi murid untuk belajar dengan baik, untuk di sekolah membangun sinergitas dengan rekan sejawat dan kepala sekolah, di masyarakat melakukan pemberdayaan dan pelibatan semua aset yang ada dengan berkolaborasi dengan semua pihak untuk mendorong terwujudnya wellbeing dalam ekosistem pendidikan di sekolah.

Pengelolaan sumber daya yang tepat tentu akan sangat membantu proses pembelajaran murid di kelas. Misalnya sekolah yang berada di dekat lokasi perusahaan, akan sangat membantu murid belajar tentang dunia kerja. Selain itu, yang berada di lokasi pertanian warga, akan membantu murid belajar mengenai pertanian secara langsung. Di sini lingkungan alam telah menjadi aset yang mendukung pembelajaran bagi murid. Sekolah yang berada di kampung dengan adat tertentu, akan membantu murid belajar tentang norma adat. Begitu juga dengan aset-aset lainnya.

Materi pada modul ini menurut saya sangat berkaitan erat dengan modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak. Salah satu peran guru penggerak ialah menjadi pemimpin pembelajaran, dalam hal ini seorang pemimpin pembelajaran perlu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya untuk mendukung dan mewujudkan pembelajaran yang berkualitas. Kemudia materi pemimpin sebagai pengelola sumber daya juga memiliki kaitan erat dengan modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai kebajikan sebagai pemimpin. Pengelolaan sumber daya yang ada membutuhkan keterampilan pengambilan keputusan sehingga sumber daya yang ada dapat dioptimalkan untuk kualitas pembelajaran bagi murid. Tak hanya itu, materi pemimpin sebagai pengelola sumber daya juga berkaitan dengan modul 1.3 yaitu visi guru penggerak dimana pengelolaan sumber daya dilakukan secara efektif dengan pola pikir inkuiri apresiatif atau yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah tahapan BAGJA.  Menjadi referensi dalam mengidentifikasi dan memanfaatkan aset untuk kebutuhan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan protap triloka Ki Hadjar Dewantara terutama Ing Madya Mangun karsa atau di tengah memberdayakan sumber daya yang ada untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.

Sebelum mempelajari modul pemimpin sebagai pengelola sumber daya saya tidak pernah berpikir bahwa aset-aset sekolah seluas yang dibahas dalam modul ini. Yang saya pahami hanyalah aset manusia, agama dan budaya, fisik dan finansial. Saya juga belum memiliki konsep yang jelas bahwa aset-aset itu dapat menjadi pendukung terlaksananya pembelajaran di sekolah. Namun setelah mendalami modul ini saya terkejut ternyata sumber daya yang tersedia sangat melimpah. Tinggal saja, kolaborasi, keterbukaan, dan keluwesan seorang pemimpin untuk mengoptimalkan sumber daya itu secara bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi murid. Dalam modul ini juga pemahaman tentang inkuiri apresiatif diperkuat melalui analisis terhadap video praktik baik penerapan inkuiri apresiatif di dalam kelas. Pola pikir inkuiri apresiatif diperlukan dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dengan mempelajari dan mendalami modul ini, saya merasa yakin bahwa untuk mengembangkan sekolah dibutuhkan kebulatan hati untuk menerapkan pola pikir inkuiri apreiatif dengan pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset(PKBA). Semoga.

 

Minggu, 11 Agustus 2024

 

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan dengan Nilai-nilai kebajikan Sebagai Pemimpin Pembelajaran:

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam pratap triloka, terutama ing ngarso sung tulodho yaitu guru sebagai pemimpin pembelajaran menunjukkan teladan yang baik bagi murid dan warga sekolah lainnya. Kaitannya dengan pengambilan keputusan ialah guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan berlandaskan keberpihakan pada murid, nilai-nilai kebajikan universal dan bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan itu. Dalam konteks terjadi dilema etika, guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang terdiri dari prinsip berpikir berbasis hasil akhir, prinsip berpikir berbasis peraturan dan prinsip berpikir berbasis rasa peduli. Penerapannya bisa salah satu dari ketiganya atau kombinasi. Dengan memperhatikan langkah-langkah pengujian dalam pengambilan keputuan yaitu nilai apa yang bertentangan, siapa yang terlibat, fakta-fakta terkait, pengujian benar melawan salah, pengujian benar melawan benar, melakukan prinsip resolusi investigasi opsi trilemma, buat keputusan dan refleksi atas keputusan yang telah dibuat.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang dianut oleh pendidik tentunya memiliki korelasi terhadap prinsip-prinsip yang diambil dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai positif akan mengantar pendidik menghasilkan keputusan yang positif sebaliknya nilai-nilai yang negatif akan menghasilkan keputusan yang negatif.  Nilai-nilai positif seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi pendidik dalam pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika(secara logika keduanya benar) atau bujukan moral(secara moral benar melawan secara moral salah). Nilai-nilai demikian yang menuntun pendidik dalam mengambil keputusan dengan tepat, benar dan berimbang.

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Menurut pemahaman saya, materi pengambilan keputusan bukan sekedar berkaitan dengan kegiatan coaching namun juga mempertegas bahwa keduanya saling memperkuat satu sama lain.Konsep coaching yang telah saya dalami sangat membantu dalam mengevaluasi keputusan-keputusan yang saya ambil. Coaching dengan model TIRTA yaitu langkah-langkah yang dilakukan untuk menggali dan memaksimalkan potensi menuntun saya dalam mengambil keputusan yang tepat, benar dan berimbang. Jadi, coaching ini memperkuat kemampuan pengambilan keputusan.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika. Seorang guru yang memiliki kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi yang baik, pengambilan keputuan yang bertanggung jawab membantunya mengambil keputusan dengan baik. Dia mampu dalam mempertimbangkan ketepatan, kebenaran dan kebermanfaatan dari keputuan yang diambilnya melalui analisis secara menyeluruh. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi tetapi institusi, semua orang dan yang terutama memenuhi kebutuhan murid.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Seorang pendidik yang mengahadapi kasus dilema etika atau bujukan moral tentunya telah memiliki cara pandang yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakininya. Nilai-nilai yang diyakininya sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Apabila nilai yang diyakininya positif maka keputusan yang diambilnya juga positif. Apabila nilai yang diyakininya negatif maka negatif pula keputusan yang diambil. Jadi, nilai-nilai yang diyakini oleh pendidik mempengaruhi cara pandangnya dalam menghadapi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Pengambilan keputusan yang tepat tentu saja menghasilkan suasana yang nyaman bagi semua. Terutama berbicara dalam konteks lingkungan sekolah, setiap keputusan yang diambil sepatutnya menciptakan lingkungan yang positif, kondusif dan nyaman. Dalam hal ini 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan menjadi alat bantu yang efektif dalam menguji alternatif-alternatif keputusan menjadi suatu keputusan yang final.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan yang dihadapi di lingkungan saya ialah mengenai komitmen bersama untuk berbenah dan berubah. Karena hal ini berkaitan dengan institusi, maka diperlukan kolaborasi yang baik dalam pengambilan keputusan sehingga semua warga sekolah bersedia bergerak bersama. Ya, tantangan di atas berkaitan dengan perubahan paradigma. Ketika semua warga sekolah memiliki komitmen yang tinggi untuk berubah maka tantangan-tantangan tersebut pasti dapat diatasi.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengaruh keputusan yang kita ambil terhadap pengajaran yang memerdekakan murid sangat besar. Keputusan yang telah melewati 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan sangat akurat dalam menentukan pengajaran yang memerdekakan. Misalnya pengambilan keputusan berkaitan metode, media, penilaian pembelajaran  apakah telah memenuhi kebutuhan murid dan telah memfasilitasi murid untuk mendapatkan pengalaman belajar secara menyenangkan.  Untuk memutuskan pembelajaran yang tepat tentu perlu dilakukan analisis terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran adalah teladan bagi murid-muridnya. Jadi setiap keputusan baik yang dilakukan pemimpin pembelajaran adalah pembelajaran bagi murid. Dari situ murid belajar cara memutuskan sesuatu hal. Apabila keputusan yang kita ambil memerdekakan murid maka murid akan tumbuh menjadi orang yang merdeka.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang dapat saya dari modul ini dan kaitannya dengan modul lain ialah :

Pengambilan keputusan mesti didasarkan pada tiga unsur yaitu, keberpihakan pada murid, nilai-nilai kebajikan universal dan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Tiga dasar ini merupakan wujud dari sifat pendidikan yang menuntun menurut filosofi pendidikan KI Hadjar Dewantara berkaitan dengan pemimpin pembelajaran. Juga berkaitan dengan peran dan nilai guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Semua nilai itu menuntun tumbuh kembang murid sesuai kodratnya.

Pengambilan keputusan mesti berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang berujung pada terciptanya lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif.

Pengambilan keputusan mesti berdasarkan kesadaran penuh sehingga terukur, benar, dan berimbang.

  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Setelah mempelajari modul ini saya dapat merangkum materi dengan sebuah pola angka 3439 yang mewakili tiga unsur dasar pengambilan keputusan, empat paradigma, tiga prinsip pengambilan keputusan dan sembilan langkah pengujian. Semua itu merupakan alat bantu dalam usaha mengambil keputusan yang tepat, benar dan berimbang. Semakin sering pendidik mengimplementasikan pola-pola ini mak semakin baik dan sistematis dia dalam pengambilan keputusan.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini saya telah pernah menghadapi kasus dilema etika. Dalam penanganannya, proses yang saya jalankan tidak selengkap mekanisme yang ada pada modul ini. Saya belum mampu menerapkannya  secara sistematis dan tersusun. Kasus-kasus yang saya hadapi masih bersifat sederhana, sehingga penanganannya juga sederhana.

  • Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak yang saya rasakan setelah mempelajari modul ini ialah pengetahuan mengenai dasar, prinsip dan langkah-langkah  pengujian dan pengambilan keputusan. Melalui modul ini saya dapat mengidentifikasi perbedaan dilema etika dan bujukan moral serta langkah-langkah dalam mengatasinya.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Modul ini sangat penting bagi saya sebagai individu dan pemimpin pembelajaran. Karena modul ini menyajikan materi yang relevan dan membantu saya dalam menguasai langkah-langkah dan teknis dalam pengambilan keputusan.

Kamis, 08 Agustus 2024

 

Analisis hasil wawancara para Kepala Sekolah

Tugas Demonstrasi Kontekstual modul 3.1 Pengambilan Keputusan berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

 

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SMPN 6 Satap Tanah Pinoh Barat ibu Eni Purwaningsih, S.Pd dan Kepala SMPN 4 Nanga Pinoh bapak Wendelinus Woge, S.Pd saya mendapatkan informasi berharga mengenai praktik pengambilan keputusan yang selama ini dilakukan di sekolah. Informasi yang saya himpun berkaitan dengan tiga unsur dasar pengambilan keputusan, empat paradigma pengambilan keputusan, tiga prinsip pengambilan dan sembilan langkah pengujian dan pengambilan keputusan. Pertama berkaitan dengan tiga unsur dasar, dalam pengambilan keputusan kepala sekolah telah mempertimbangkan ketiga unsur dasar pengambilan keputusan terutama murid dan nilai-nilai yang baik. Kedua berhubungan dengan empat paradigma, kepala sekolah menyadari bahwa kasus yang mereka alami mempertentangkan dua hal yang sama-sama secara moral benar. Untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi demikian, kepala sekolah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak. Ketiga berkenaan dengan tiga prinsip pengambilan keputusan, kepala sekolah menerapkan ketiganya baik secara kombinasi maupun tidak, disesuaikan dengan situasi kasus. Misalnya kombinasi antara prinsip berpikir berbasis aturan (rule based thinking) dan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking). Kepala sekolah mengacu pada kebijakan sekolah yang telah disepakati bersama dan mempertimbangkan hasil akhir atau dampak bagi semua pihak. Dalam hal ini dampak yang paling kecil dengan manfaat paling besar yang diambil.  Selain itu, para kepala sekolah menerapkan prinsip pengambilan keputusan berbasis rasa peduli (care based thinking). Di sini pengambilan keputusan didorong oleh rasa peduli dan keberpihakan pada murid. Keempat berkaitan dengan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, kepala sekolah memiliki mekanisme sendiri yang biasa digunakan dalam menguji kasus-kasus yang dihadapi sebelum mengambil keputusan. Mekanisme tersebut di antaranya ialah mengidentifikasi situasi, mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan penyesuaian terhadap konteks lokal.

Yang unik dalam wawancara tersebut ialah kepala sekolah tidak menyebutkan secara lengkap istilah nilai-nilai kebajikan universal tetapi menyebutnya dengan nilai saja. Meskipun yang mereka maksud ialah nilai-nilai kebajikan universal. Kemudian yang berbeda dalam penerapan tiga unsur dasar dalam pengambilan keputusan ialah mengenai pertanggungjawaban atas konsekuensi yang timbul, kepala sekolah merasa yakin bahwa konsekuensi dapat dipertanggungjawabkan secara bersama-sama. Karena dalam tahapan pra keputusan telah melibatkan berbagai pihak dengan melakukan kolaborasi. Di sini kepala sekolah berupaya mengurangi beban tanggung jawab seorang diri sebagai pemimpin dengan membagi tanggung jawab bersama pihak terkait lainnya.

Dalam wawancara tersebut, saya menemukan bahwa kepala sekolah memahami bahwa dalam dilema etika ada pertentangan nilai-nilai yang secara moral sama-sama benar. Namun perlu keberanian dan pertimbangan komprehensif untuk menetapkan satu dari keduanya sebagai keputusan. Pada umumnya pengambilan keputusan didasarkan pada unsur yang dominan yaitu prioritas murid dan nilai-nilai yang baik. Pengambilan keputusan mengacu pada kebijakan sekolah yang telah disepakati oleh seluruh warga sekolah, mempertimbangkan hasil akhir dan didorong oleh rasa peduli. Ada langkah-langkah yang dilakukan sebelum mengambil keputusan seperti mengidentifikasi situasi, mempertimbangkan masukan dan konteks lokal. Setiap keputusan yang diambil memprioritaskan kebutuhan murid. Tantangan yang dialami dalam pengambilan keputusan ialah tanggapan yang seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman. Saya menemukan juga bahwa pertimbangan dalam praktik pengambilan keputusan yang dominan dianggap paling penting oleh kepala sekolah ialah bermanfaat bagi banyak orang dan mengacu pada aturan serta mementingkan kebutuhan murid.

Dari wawancara yang telah dilakukan saya dapat menyimpulkan bahwa seorang Kepala Sekolah memiliki peran yang sangat strategis sebagai seorang pemimpin. Untuk dapat melaksanakan peran itu, kepala sekolah perlu memahami etika dan memiliki kepekaan terhadap nilai etika dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan aturan, memiliki kepedulian yang tinggi terhadap proses tumbuh kembang murid dan kolaborasi yang baik. Karena keputusan yang diambil oleh kepala sekolah mempengaruhi tumbuh kembang murid, kualitas dan citra sekolah. Secara luas keputuan yang sama dapat berkontribusi terhadap kualitas pendidikan.

Pada prinsipnya melalui wawancara tersebut, diketahui bahwa kepala sekolah telah berusaha untuk mendasari praktik pengambilan keputusannya pada kebutuhan murid dan nilai-nilai yang baik serta mempertanggungjawabkan keputusannya secara bersama-sama dengan pihak terkait lainnya.

 

Rabu, 24 Juli 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

 

Kesimpulan

 

Secara umun coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Dalam konteks pendidikan, keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid memiliki kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan guru berperan sebagai pamong dalam memberikan tuntunan dan memberdayakan agar murid menemukan kekuatan dirinya.

Adapun paradigma, prinsip dan kompetensi inti coaching yaitu:

Paradigma berpikir coaching (1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, (2) Bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) Memiliki kesadaran diri yang kuat, (4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Prinsip Coaching: (1) Kemitraan, (2) Proses kreatif dan (3) Memaksimalkan potensi.

Kompetensi Inti Coaching: (1) Mengajukan pertanyaan, (2) Mendengarkan dengan aktif dan (3) Kehadiran penuh.

Coaching dapat dilakukan dengan alur TIRTA yang terdari dari Tujuan awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi. Rencana aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggung jawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

 

 

 

 

Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching

Dengan paradigma berpikir coaching, kita akan meningkatkan peran kita di sekolah sebagai seorang supervisor. Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstruktif bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Supervisi Akademik bertujuan agar pembelajaran berpihak pada murid, pengembangan kompetensi guru. Untuk mendorong pengembangan kompetensi guru kepala sekolah perlu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri. Di sinilah coaching berposisi sebagai pendekatan yang memberdayakan.

 

Refleksi

Coaching untuk supervisi akademik sejalan dengan salah satu peran guru penggerak yaitu menjadi coach bagi guru lain. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Guru berdaya menuntun rekan sejawatnya dalam merefleksikan pengalaman belajar mereka sendiri, memberikan pertanyaan mendalam untuk memicu keterampilan berpikir secara mendalam saat mengevaluasi proses berpikirnya terkait belajar, pencapaian tujuan dan pemecahan masalah.

Setelah mempelajari materi terkait coaching saya merasa terinspirasi untuk segera menerapkannya di sekolah supaya pembelajaran berpihak pada murid dan supaya dapat mengembangkan kompetensi diri guru. Setelah melakukan praktek coaching denga rekan CGP saya merasa tertantang untuk menggali pengalaman dalam mengatasi masalah dan membuat pertanyaan berbobot. Saya belajar untuk tidak menghakimi, mengasumsi atau mengasosiasikan cerita coachee dengan apapun.

Saya mendapatkan suatu pencerahan dalam mempelajari materi coaching untuk supervisi akademik. Terutama dalam memecahkan masalah murid, sebagai guru saya menuntun agar murid berdaya dalam memecahkan masalahnya sendiri tanpa diperintah atau diberi tahu.

Kaitan dengan modul lain

Coaching menuntun murid atau rekan sejawat untuk menemukan kekuatan dalam dirinya. Bahwa murid telah memiliki kekuatan dalam dirinya baik lahir maupun batin.  Pendekatan ini sejalan dengan pengakuan terhadap kemajemukan dalam hal minat, kesiapan dan profil belajar murid dalam pembelajaran berdiferensiasi. Maka coaching merupakan upaya untuk menggali potensi yang beragam tersebut.

Selanjutnya, salah satu kompetensi dalam coaching yaitu kehadiran penuh berkaitan erat dengan pembelajaran sosial dan emosional. Dimana kehadiran penuh menjadi dasar pengembangan lima Kompetensi Sosial dan Emosional. Salah satu dari lima KSE yaitu kesadaran diri menjadi prinsip dalam melakukan coaching yaitu kemitraan.

Kaitan coaching dengan peran sebagai pemimpin pembelajaran

Salah satu kompetensi inti coaching ialah mengahukan pertanyaan berbobot. Hal ini sejalan dengan peran guru sebagai pemimpin pembelajaran yang mengadopsi kerangka berpikir inkuiri apresiatif. Guru lugas dalam mengemas pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap potensi, kekuatan atau aset individu atau sekolah demi pencapaian tujuan dan pemecahan masalah. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada kepentingan tumbuh, kembang dan mekarnya murid. Di sinilah letak simpul yang menguatkan antara pendekatan coaching yang memperkuat peran guru sebagai pemimpin pembelajaran. Keduanya sama-sama berfokus pada kekuatan atau aset yang dimiliki.


Jumat, 31 Mei 2024

“Saya paham maka saya bertindak” Refleksi atas modul Budaya Positif

Saya merasa bahagia, gembira dan terinspirasi itulah kesan saya secara umum atas kesempatan untuk mendalami materi ini. Proses pemahaman, penghayatan dan penerapannya sangat menyenangkan. Proses ini mendorong saya untuk berefleksi dan menerapkan konsep-konsep ini di sekolah. Konsep yang ditawarkan sungguh sangat baik. Membuka mata saya untuk melihat dan mengenali diri sendiri, memahami nilai- nilai kebajikan universal yang saya yakini, menyadari peran saya sebagai guru, dan menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong terciptanya budaya positif di sekolah. Konsep yang telah membuka mata saya ini akan dipraktikkan di sekolah dengan harapan agar berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan belajar murid.

Pada PGP inilah pertama kali saya mengenal konsep keyakinan kelas, disiplin positif, motivasi perilaku manusia, kebutuhan dasar manusia, teori kontrol, dan segitiga restitusi. Saya mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang hal-hal yang mendukung terciptanya budaya positif. Pola-pola dan kaitan yang terjalin sangat mumpuni dalam memandu saya untuk bergerak menjadi pemimpin pembelajaran di sekolah. Setelah mendalami konsep-konsep tersebut saya merasa terinspirasi untuk menjadikannya perlengkapan utama dalam menuntun murid di sekolah.

Keyakinan kelas menjadi landasan dasar bagi terwujudnya budaya positif. Murid yang memiliki disiplin positif akan bertindak untuk menjalankan keyakinan kelas. Karena sadar akan makna dari keyakinan kelas tersebut, keyakinan seseorang itulah yang akan memotivasi orang itu dari dalam. Murid akan tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya dari pada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Disini ada kaitan antara motivasi internal, disiplin positif dan keyakinan kelas. Murid yang mandiri, merdeka dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman dan nyaman.

Yang menarik dari budaya positif ini adalah makna disiplin yang selama ini identik dengan ketidaknyamanan berubah menjadi sesuatu yang timbul karena dorongan dari dalam diri. Selain itu, kebiasaan yang menganggap hukuman dapat mendisiplinkan murid menjadi tidak relevan karena hanya menimbulkan rasa sakit namun tidak memperkuat karakter murid.

Tujuan disiplin positif ialah menanamkan motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Menurut saya ada dua kata kunci dalam mewujudkan disiplin yang menjadi satu kesatuan atau dwitunggal. Yaitu kesadaran dan refleksi. Kata kunci yang pertama ialah kesadaran. Sadar akan dorongan dari dalam diri, sadar akan nilai yang diyakini dan sadar akan motivasi. Kata kunci kedua ialah refleksi. Merefleksikan apa yang perlu dilakukan, apa yang perlu ditingkatkan dan hal apa yang tidak perlu dilakukan. Refleksi yang dilakukan berdasar pada keadaran.

Manusia berperilaku tertentu karena didorong oleh usaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Materi ini sangat menarik karena kita semua membutuhkan itu. Kebutuhan untuk bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, kebebasan, kesenangan dan penguasaan. Setiap perilaku kita pasti didorong oleh usaha pemenuhan terhadap kebutuhan dasar ini.

Konsep Segitiga restitusi dalam modul budaya positif ini menurut saya merupakan bagian dari tuntunan yang dilakukan oleh guru saat murid melakukan kesalahan. Menurut Diana Gossen ahli pendidikan dari Kanada, restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Tentu saja konsep ini menawarkan sesuatu secara berbeda dari konsep yang selama ini dilakukan yaitu hukuman dan konsekuensi. Saya pikir dibutuhkan cukup banyak waktu agar konsep restitusi benar-benar berjalan.



Kaitan antara modul dari 1.1-1.4 Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif.

Benang merah yang mengaitkan modul 1.1-1.4 bersumber dari pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan ialah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bersifat tuntunan. Pendidikan berkewajiban menebalkan segala tulisan yang suram dan berisi baik agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Pendidikan harus terus bertransformasi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi alam dilandaskan pada budaya bangsa. Fungsi menuntun dapat diwujudkan ketika guru memahami dan menghayati nilai dan peran serta visinya sendiri. Visi disederhanakan menjadi prakarsa perubahan lalu diturunkan menjadi konsep BAGJA. Sebuah paradigma yang fokus pada apa yang ada untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Lebih lanjut upaya menuntun itu diwujudkan pula melalui pembiasaan budaya positif. Sebab budaya positif mensyaratkan murid sebagai pribadi yang merdeka, mandiri, bertanggung jawab dan memiliki disiplin diri yang kuat. 

Kamis, 28 Maret 2024

Kesadaran baru

 

Kesimpulan dan Refleksi atas pembelajaran modul 1.1

Sebelum mengenali modul ini saya beranggapan bahwa sayalah yang memegang kendali terhadap pertumbuhan anak didik saya. Saya salah seorang yang menganut keyakinan bahwa anak didik itu seperti kertas putih bersih tugas sayalah untuk menulisinya dengan ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang saya anggap baik. Sebagaimana teori pendidikan yang berkembang dalam lingkungan saya. Teori ini disebut dengan ‘tabula rasa’. Anggapan ini dimanifestasikan dalam keinginan untuk menjadikan semua anak pintar dalam semua bidang. Saya merasa yakin bahwa saya dapat membentuk anak menjadi pandai pada mata pelajaran yang saya ampu. Sehingga ketika anak belum mencapai kriteria ketuntasan minimal maka itu merupakan kelemahan anak didik. Anggapan ini membuat saya terjebak dalam tekanan dan bayang-bayang kegagalan terus menerus. Saya merasa belum puas ketika mendapati anak didik yang kesulitan untuk aktif berbicara bahasa Inggris atau minimal aktif dalam pembelajaran. Dampaknya ialah saya cenderung kurang gembira.

Pengenalan terhadap dasar- dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara membantu memperbaiki mispersepsi terhadap pendidikan yang saya yakini selama ini. Pemahaman terhadap dasar-dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara telah menerangi kegelapan dalam ruang anggapan saya mengenai pendidikan. Kemudian mendorong timbulnya pengenalan terhadap diri sendiri dan anak didik, membuka wawasan, memperdalam pemahaman dan menimbulkan kesadaran yang baru. Setelah membaca dan mendalami modul ini saya menyadari bahwa anggapan saya sebelumnya kurang tepat sebab anak terlahir dengan kekuatan yang ada pada dirinya. Sebagaimana Convergenthie theorie dalam dasar-dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa anak terlahir seperti kertas yang telah ditulis sepenuhnya namun masih samar-samar, pendidikan berkuasa mempertebal yang masih samar-samar dan yang berisi baik. Segala tulisan yang berarti jahat hendaknya dibiarkan agar tidak menjadi tebal. Dianalogikan pula bahwa pendidik itu ibarat petani. Petani itu dapat menanam benih padi, merawat dan mengairinya dan membersihkan dari ilalang dan rumput liar, namun tidak dapat mengubah kodrat padi tersebut. Demikian pula dengan pendidik, dia hanya menuntun tumbuh dan berkembangnya kekuatan yang ada pada anak didik agar dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan kata lain, pendidik hanya dapat memperbaiki laku anak didik bukan dasar atau apa yang menjadi kodratnya.

Menuntun anak didik perlu memperhatikan kondisi alam sekitar tempat ia tumbuh dan berkembang atau kodrat alam dan waktu atau masa ia tumbuh dan berkembang atau kodrat zaman. Di samping itu memperkuat karakter anak didik berdasarkan konteks sosio kultural di tempatnya berasal. Seperti dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan menjadi tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Contoh, sebagai anak didik yang tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan dengan budaya gotong royong yang kuat dibiasakan untuk melakukan kegiatan gotong royong seperti kerja bakti secara rutin dan konsisten. Akhirnya, pengenalan akan dasar- dasar pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengantar saya pada kesadaran untuk berubah. Berubah dari meyakini pengaruh pendidikan seperti “tabula rasa’ menjadi convergenthie theorie atau meyakini bahwa pengaruh pendidikan mempertebal tulisan yang masih samar-samar dan berisi baik.

Kesadaran dan cara pandang yang baru mengenai pendidikan dapat segera saya upayakan di kelas dengan memulai kebiasaan baru untuk melakukan refleksi. Mengajak anak didik mengenali diri mereka sendiri. Menyadari apa yang dipikirkan atau apa yang dirasakan. Mengamati dan menganalisis kebutuhan belajar anak didik. Dengan menemukan kebutuhan belajar anak didik saya dapat menentukan apa yang perlu dilakukan untuk melayani mereka. Saya akan masuk ke dalam kelas dengan mindset yang tepat bahwa anak didik merupakan pembelajar yang potensial dengan kekuatan lahir dan batin yang beraneka ragam. Di samping itu, membangun kolaborasi dengan warga sekolah, orang tua dan masyarakat di sekitar sekolah.

TUGAS INDIVIDU KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3   Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini? Setelah mempelajari mod...